MAKALAH AKHIR
GEJALA PEMANASAN GLOBAL DAN DAMPAKNYA BAGI KEHIDUPAN SERTA LINGKUNGAN
(KD 3.12 dan KD 4.12)

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Fisika Sekolah II
Dosen Pengampu :
Drs. Unang Purwana, M.Pd









Disusun oleh :
Kelompok 7
Sheila Mutiara Inggit              1606679
Shofy Ainayah Hilmi              1606761




DEPARTEMEN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2018



A.      KOMPETENSI INTI
KI.1.       Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI.2.       Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI.3.       Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahuannya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural  pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI.4.       Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah kongkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

B.       KOMPETENSI DASAR
3.12   Menganalisis gejala pemanasan global dan dampaknya bagi kehidupan serta lingkungan.
3.13  Mengajukan ide/gagasan penyelesaian masalah gejala pemanasan global dan dampaknya bagi kehidupan serta lingkungan.

C.       INDIKATOR
1.         Mendeskripsikan pengertian pemanasan global
2.         Menjelaskan gejala pemanasan global
3.         Menjelaskan penyebab pemanasan global
4.         Menganalisis dampak pemanasan global yang diakibatkan oleh manusia
5.         Mendeskripsikan solusi dalam penanganan pemanasan mengenai pemanasan global

D.      MATERI POKOK
Gejala pemanasan global dan dampaknya serta solusinya bagi kehidupan dan lingkungan.

E.       KONSEP ESENSIAL
1.         Konsep pemanasan global
2.         Gejala pemanasan global
3.         Penyebab pemanasan global
4.         Dampak pemanasan global
5.         Solusi

F.             BAGAN MATERI




 











G.    KANDUNGAN ASPEK AFEKTIF, KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR
Materi
Aspek
Keterangan
K
A
P
Emisi karbon



Kognitif: siswa mampu mendeskripsikan mengenai karbon dioksida sebagai gejala pemanasan global
Efek rumah kaca



Kognitif: siswa mampu menganalisis fenomena efek rumah kaca yang berkaitan dengan gejala pemanasan global
Perubahan iklim



Kognitif: siswa mampu memahami proses perubahan iklim yang mempengaruhi pemanasan global
Pemanasan global



Kognitif: siswa mampu memahami dampak pemanasan global akibat ulah manusia
Psikomotor: siswa aktif menyebutkan dampak pemanasan global bagi lingkungan
Afektif: siswa jujur dan tekun dalam memahami konsep fisika dalam pemanasan global
solusi



Kognitif: siswa mampu mendeskripsikan apa saja yang menjadi solusi alternatif dalam penanganan pemanasan global
Psikomotor: siswa aktif menjawab solusi dari pemanasan global
Afektif: siswa tekun dalam mencari alternatif solusi dari permasalahan pemanasan global

H.      URAIAN MATERI
1.         Konsep Pemanasan Global
Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi. Peningkatan suhu permukaan bumi ini dihasilkan oleh adanya radiasi sinar matahari menuju ke atmosfer bumi, kemudian sebagian sinar ini berubah menjadi energi panas dalam bentuk sinar infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. Sebagian sinar infra merah dipantulkan kembali ke atmosfer dan ditangkap oleh gas-gas rumah kaca yang kemudian menyebabkan suhu bumi meningkat.
Gas-gas rumah kaca terutama berupa karbon dioksida, metana dan nitrogen oksida. Kontribusi besar yang mengakibatkan akumulasi gas-gas kimia ini di atmosfir adalah aktivitas manusia.

2.         Gejala Pemanasan Global
a.    Emisi karbon dioksida
Karbon dioksida adalah salah satu gas yang lazim menyerap radiasi termis. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfir bumi yang didominasi oleh gas karbon dioksida ( menjadi perhatian banyak pihak, baik peneliti, pemerhati lingkungan dan pemegang kekuasaan negara di berbagai negara, termasuk Indonesia. Indonesia dalam pertemuan pada The Conferences of Parties (COP) ke-13 UNCCC berkomintmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan sebesar 41% jika mendapat bantuan internasional pada tahun 2020. (Santoso, 2017, hlm. 234).
Regulasi karbon dioksida di alam berguna untuk menstabilkan kadar CO2 di alam. Regulasi karbon dioksida dapat terjadi akibat rantai siklus karbon dioksida. Tingkatan atmosferik  dipengaruhi oleh pembakaran fosil dan hasil neto akumulasi atau perusakkan biomassa global. Saat ini konsentrasi  berada pada 350 bagian per jutaan per volume (ppmv), konsentrasi  pada 1750 adalah sekitar 280 ppmv. Karena itu terdapat kenaikan 25% sejak dimulainya industrialisasi modern. Meningkatnya kadar karbon dioksida di alam ini memengaruhi efek rumah kaca.
Emisi karbon dioksida adalah akibat langsung proses konversi energi berupa oksidasi karbon bahan bakar, emisi karbon dioksida merupakan pelepasan gas  di atmosfer.
Semakin meningkatnya kadar  di atmosfer, maka akan menghalangi sinar gelombang panjang seperti sinar infra merah yang dipancarkan bumi sehingga tidak dapat menembus atmosfer. Hal ini membuat temperatur di bumi semakin panas.Tiap tahun hampir  kg karbon dalam bentuk  dilepas ke atmosfer sebagai hasil konsumsi bahan bakar fosil global. Karena tingkat  yang larut di laut bertambah dan karena penebangan hutan dan hujan asam, kapasitas bumi untuk menyerap tingkat  atmosferik yang bertambah akhirnya hilang. (Tipler, 1998, hlm. 641-642)
b.    Efek rumah kaca
Posisi dari bumi sangat strategis. Jika bumi terlalu jauh dari matahari, maka bumi akan dingin. Jika bumi terlalu dekat dengan matahari, maka bumi akan panas. Letak bumi yang strategis ini menimbulkan kehidupan yang berada di bumi. Akan tetapi, tanpa bantuan peristiwa efek rumah kaca bumi masih tetap dingin walaupun letaknya sudah strategis. Efek rumah kaca membantu bumi dalam mempertahankan panas yang dapat dari matahari.
Panas matahari datang ke bumi dalam bentuk radiasi gelombang pendek. 53 % radiasi dari matahari dipantulkan kembali menuju luar angkasa, sedangkan 47% diserap oleh permukaan bumi. Ketika panas dari matahari diserap oleh bumi, cahaya berubah menjadi panas dan menghangatkan bumi. Permukaan bumi akan memantulkan kembali panas tersebut sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke luar angkasa, walaupun sebagian ada yang terperangkap dalam atmosfer bumi karena diserap kembali oleh gas-gas yang berada di atmosfer. Gas-gas yang berada di atmorsfer merupakan gas-gas pembentuk rumah kaca di bumi. Setelah gas tersebut menyerap radiasi dari bumi, gas tersebut akan memancarkan kembali radiasi yang tadi diserap. Peristiwa itu saling berkesinambungan sehingga bumi menjadi hangat.
Ketika kadar gas pembentuk rumah kaca di bumi meningkat, maka penyerapan radiasinya pun akan meningkat. Hal ini menimbulkan radiasi yang dipancarkan kembali oleh gas tersebut akan meningkat pula sehingga temperatur di bumi pun semakin panas. Salah satu gas yang efektif menyerap radiasi dari radiasi permukaan bumi adalah karbon dioksida sehingga temperatur dibumi akan naik ketika kadar karbon dioksida di alam naik.
Gas-gas disebut rumah kaca karena mekanisme pemanasan ini sama seperti yang terjadi di rumah-rumah kaca di perkebunan negara-negara sub tropika. Tanaman-tanaman di dalamnya tidak membeku karena kaca menghalangi pemantulan oleh sinar matahari yang telah masuk. (Rusbiantoro, 2008, hlm. 8-9).

c.    Penipisan Lapisan Ozon
Penipisan lapisan ozon merupakan salah satu gejala pemanasan global. Masalah ini harus ditindak lanjuti oleh masyarakat global karena keberadaannya sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia maupun habitat lain di bumi. Ozon merupakan komponen atmosfer yang jumlahnya sangat sedikit. Jika ozon pada ketinggian 60 km dimampatkan maka hanya 3 mm dengan berat 3000 juta ton. Sebagian besar ozonterdapat pada ketinggian antara 10 sampai 50 km pada lapisan stratosfer di atas permukaan bumi (Spedding dalam Prodjosantoso, 1974, hlm. 29).
Ozon memiliki kemampuan menyerap radiasi sinar ultraviolet dengan panjang gelombang kurang lebih 320 nm yang dipancarkan matahari. Ada 3 jenis sinar ultraviolet (UV). Yaitu sinar UV A, UV B, dan UV C.
Sinar UV A memiliki panjang gelombang 320 nm, relatif tidak bahaya dan dapat di absorbsi oleh ozon dalam jumlah yang sedikit. Sinar UV B memiliki panjang gelombang 280-320 nm, sebagian besar dapat di serap oleh lapisan ozon dan beberapa di teruskan. Sinar ini dapat mematikan hampir semua bentuk kehidupan, menghambat reproduksi tanaman dan dapat merusak mata serta menimbulkan kanker kulit. Sinar UV C memiliki panjang gelombang 200 hinga 280 nm, sinar ini juga berbahaya karena dapat mematikan unsur-unsur kehidupan, sebelum sampai ke bumi sinar ini telah banyak di serap oleh ozon.

3.         Penyebab Pemanasan Global
a.       Meningkatnya senyawa CFC
Senyawa CFC pertama kali di kenal masyarakat adalah CFC-11 . Senyawa ini banyak digunakan sebagai pendingin, cat semprot, pendorong kosmetika, dan sebagai zat pembersih komponen-komponen elektronik yang rumit.
Senyawa ini merupakan senyawa yang stabil dan tidak dapat dengan mudah diuraikan. Senyawa terbuang dari permukaan bumi kemudian bergerak ke atas menerobos lapisan troposfer, dan kemudian berada di lapisan stratosfer selama 10 tahun atau lebih. Senyawa ini dipecah oleh sinar UV dan terurai melepaskan atom-atom klor. Atom-atom ini yang dapat merusak lapisan ozon, baik penipisan, bahkan membuat ozon menjadi berlubang.
b.      Konsumsi bahan bakar fosil
Bahan bakar fosil adalah campuran dari berbagai macam bahan kimia, termasuk belerang (sulfur) dalam jumlah kecil. Sulfur pada bahan bakar bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur dioksida (SO2), yang merupakan polutan udara. Sumber utama SO2 adalah pembangkit tenaga listrik yang membakar batubara dengan kandungan sulfur tinggi. (Astra, 2010 hlm.10)
Pembangkit listrik di Indonesia dan negara-negara lain tidak terlepas dari adanya pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara, minyak bumi, dan gas-gas. Pembakaran ini menghasilkan polutan sehingga menyebabkan emisi karbon dan akan meningkatkan efek rumah kaca yang menandai pemanasan global.
Polutan radioaktif terjadi karena batubara mengandung unsur radioaktif alam yang terjebak dalam batubara, pada saat batubara dibakar terjadi penguraian yang menyebabkan unsur radioaktif alam tersebut ikut keluar bersama-sama dengan gas emisi lainnya ataupun terikat dalam abu hasil pembakaran. Unsur radioaktif alam dari batubara terdiri dari kalium, uranium, thorium, dan juga hasil peluruhannya seperti radium, radon, polonium, bismuth dan timbal (Finahari, 2007, hlm. 2).
Waktu paruh dari zat-zat radioaktif yang sangat panjang yaitu hingga milyaran tahun. Berikut ini adalah jenis-jenis polutan yang dihasilkan beserta waktu paruhnya.
Nomor 1 hingga 6 merupakan golongan logam berat yang berdampak buruk terhadap kesehatan manusia. Apabila diiihat dari segidaya racunnya atau radiotoksisitasnya, maka polutan radioaktif nomor 1 sampai degan nomor 4 pada Tabel 1tersebut di atas termasuk kelompok radiotoksisitas sangat tinggi, sedangkan polutan radioaktif Thorium-232 dan Uranium-238 termasuk kelompok radiotoksisitas rendah. Waiaupun Thonum-232 dan Uranium-238 termasuk kelompok radiotoksisitas rendah, namun kedua unsur radioaktif tersebut adalah induk unsur radioaktivitas alam yang memiliki banyak turunan. Thorium-232 akan menurunkan 11 unsur radioaktif alam dan satu unsur stabii yaitu Timbal-208, Sedangkan Uranium-238 akan menurunkan 17 unsur radioaktif alam dan satu unsur stabil yaitu Timbal-206.
c.       Sampah organik
Sampah memiliki potensi untuk memberi sumbangan terhadap meningkatnya emisi gas rumah kaca, peristiwa ini terjadi pada penumpukan sampah tanpa diolah yang melepaskan gas metan/methane () Setiap 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas . Metan merupakan gas yang terbentuk dari proses dekomposisi anaerob sampah organik yang juga sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca yang memiliki efek 20 – 30 kali lipat bila dibandingkan dengan gas CO2.
Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, diperkirakan pada tahun 2020 sampah yang dihasilkan per hari mencapai 500 kg atau 190.000 ton/tahun. Hal ini berarti pada tahun 2020 Indonesia akan mengisikan gas methane sebanyak 9500 ton. Oleh karena itu, maka sampah tersebut perlu dikelola secara efektif agar laju pembentukan CH4 dapat dibuat minimal sehingga laju sumbangannya terhadap pemanasan global yang diikuti dengan perubahan iklim dapat dikendalikan. (Sudarman, 2010, hlm. 5)
d.      Kerusakan hutan
Hutan merupakan salah satu penghasil sumber daya alam yang penting bagi kehidupan manusia dan kelangsungan ekosistem dalam mempertahankan keseimbangan alam. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan luas hutan terbesar, yaitu 120,3 juta ha. (FWI/GFW, 2001).
Segala aspek kehidupan sangat bergantung dengan adanya hutan, namun keberadaannya kini mengalami banyak kerusakan. Menurut data Forest Watch Indonesia, laju kerusakkan hutan Pada tahun 1980-an laju kehilangan hutan di Indonesia sekita 1 juta ha per tahun. 1990-an laju kehilangan hutan di Indonesia menjadi sekitar 1,7 juta ha per tahun. Sejak tahun 1996, laju deforestasi menjadi 2 juta ha per tahun. (Sumber : FWI/GFW. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia). Sejak tahun 2003, laju deforestasi menjadi 2,8 juta ha per tahun. (Sumber : MoF)
Kerusakkan hutan terjadi akibat penebangan liar, kebakaran hutan yang disengaja maupun tak disengaja, perkebunan skala besar serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dan Hutan Tanaman Industri. Kerusakan ini menyebabkan berkurangnya penyerapan gas-gas rumah kaca sehingga mempengaruhi pemanasan global (Fadliah, tanpa tahun, hlm. 6)
e.       Lahan dan pemukiman
Kawasan hutan yang dibuka dijadikan lahan untuk pemukiman maupun perkebunan. Hal ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Total kawasan lahan hutan yang dikonversi menjadi bentuk lahan perkebunan antara tahun 1982 dan 1999 adalah 4,1 juta ha. Dari angka total ini, menurut penelitian lainnya, 1,8 juta ha hutan dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit antara tahun 1990 dan 2000. (Sumber : FWI/GFW. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia)
Selain itu, pembukaan kawasan hutan untuk pemukiman penduduk menyumbangkan penyebab dari pemanasan global. Pemukiman penduduk menimbulkan terjadinya eksploitasi sumber daya secara besar-besaran
4.      Dampak Pemanasan Global
Pemanasan global mengakibatkan banyak kerusakan, diantaranya :
a.       Perubahan Iklim
Perubahan iklim mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang paling dekat dengan permukaan bumi. Pengamatan cuaca sejak abad 19 menunjukkan adanya perubahan rata rata temperatur yang menjadi indicator perubahan iklim. Perubahan temperature global ini ditunjukkan dengan rata-rata hingga  antara tahun 1906 hingga 2005.
Temperature rata-rata global ini diprediksi akan terus meningkat sekitar  di abad sekarang, dan bahkan menurut IPCC diproyeksikan .


b.      Mencairnya lapisan es di kutub Utara dan Selatan.
Peristiwa ini mengakibatkan naiknya permukaan air laut secara global, hal ini dapat mengakibatkan sejumlah pulau-pulau kecil tenggelam. Jika ini terjadi terus menerus maka akibatnya dapat mengancam kehidupan masyarakat.
c.       Meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim.
Perubahan iklim menyebabkan musim sulit diprediksi. Petani tidak dapat memprediksi perkiraan musim tanam akibat musim yang juga tidak menentu. Akibat musim tanam yang sulit diprediksi dan musim penghujan yang tidak menentu maka musim produksi panen juga demikian. Hal ini berdampak pada masalah penyediaan pangan bagi penduduk, kelaparan, lapangan kerja bahkan menimbulkan kriminal akibat tekanan tuntutan hidup.
d.      Punahnya berbagai jenis fauna
Flora dan fauna memiliki batas toleransi terhadap suhu, kelembaban, kadar air dan sumber makanan. Kenaikan suhu global menyebabkan terganggunya siklus air, kelembaban udara dan berdampak pada pertumbuhan tumbuhan sehingga menghambat laju produktivitas primer. Kondisi ini pun memberikan pengaruh habitat dan kehidupan fauna.
5.         Solusi dalam penanggulangan pemanasan global
Untuk mengatasi pemanasan global, dibutuhkan solusi alternatif yang harus dilakukan oleh masyarakat di dunia untuk meminimalisir penyebab dan dampak dari pemanasan global, diantaranya:
a.       Melakukan perjanjian Internasional atau hasil kesepakatan dunia Internasional
1)      Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau "Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim" adalah suatu panel ilmiah yang terdiri dari para ilmuwan dari seluruh dunia. IPCC didirikan pada tahun 1988 oleh dua organisasi PBBWorld Meteorological Organization (WMO) dan United Nations Environment Programme (UNEP) untuk mengevaluasi risiko perubahan iklimakibat aktivitas manusia, dengan meneliti semua aspek berdasarkan pada literatur teknis/ilmiah yang telah dikaji dan dipublikasikan. 
2)      Protokol Kyoto adalah sebuah amendemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), sebuah persetujuan internasional tentang pemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global.
3)      Asia-Pasific Partnership on Clean Development and Climate (APPCDC) adalah kemitraan internasional, sukarela, kemitraan publik-swasta antara Australia, Kanada, India, Jepang, Republik Rakyat Cina, Korea Selatan, dan Amerika Serikat mengumumkan pada bulan Juli 28, 2005 pada pertemuan Forum Regional Asia Tenggara (ASEAN) dan diluncurkan pada 12 Januari 2006 di pertemuan tingkat menteri Kemitraan di Sydney.
b.      Solusi lainnya
1)      Menanam Pepohonan
Dengan melakukan penanaman pohon dan penghijauan di lahan-lahan kritis. Tumbuhan hijau memiliki peran dalam proses fotosintesis, dalam proses ini tumbuhan memerlukan karbondioksida dan menghasilkan oksigen.
2)      Daur ulang dan efisiensi energi
Penggunaan minyak tanah untuk menyalakan kompor di rumah, menghasilkan asap dan jelaga yang mengandung karbon. Karena itu sebaiknya diganti dengan gas. Biogas menjadi hal yang baik dan perlu dikembangkan, misalnya dari sampah organik.
3)      Efisiensi Penggunaan Energi
Menggunakan energi yang bersumber dari energi alternatif guna mengurangi penggunaan energi bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara).
Dibandingkan bahan bakar fosil lainnya, batubara mempunyai beberapa keunggulan, di antaranya:
(a) batubara yang siap diekploitasi secara ekonomis terdapat dalam jumlah banyak,
(b) batubara terdistribusi relatif lebih merata di seluruh dunia, (c) jumlah yang melimpah membuat batubara menjadi bahan bakar fosil yang paling lama dapat menyokong kebutuhan energi dunia. Namun, sejauh ini, masyarakat umumnya hanya mengetahui kalau pemakaian batubara sebagai bahan bakar dapat menimbulkan polutan (karbon dioksida),  (oksida-oksida nitrogen),  (oksida-oksida belerang), HC (senyawa-senyawa karbon), fly ash (partikel debu) yang mencemari udara. Polutan tersebut secara umum dapat menimbulkan hujan asam yang dapat merusak hutan dan lahan pertanian, serta dapat pula menimbulkan efek rumah kaca.




Referensi
Fadliah. (tanpa tahun). Pemanasan Global, Faktor Penyebab, Dampak dan Solusi. Tersedia di : http://repository.ung.ac.id/riset/show/2/24/pemanasan-global-faktor-penyebab-dampak-dan-solusi.html. [online].
Finahari, I, dkk. (2007). Gas  dan Polutan Radioaktif dari PLTU Batubara. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir Vol 9, No 1. Tersedia di: https://media.neliti.com/media/publications/126146-ID-gas-c02-dan-polutan-radioaktif-dari-pltu.pdf. [online].
Forest Watch Indonesia.(2013). Fakta Hutan Indonesia hingga Tahun 2007. Bogor. Tersedia di: http://fwi.or.id/data/#fakta [online].
Rusbiantoro, D. (2008). Global Warming for Beginner. Yogyakarta: Panembahan.[online]

Santoso, AD. (2017). ‘Jejak Karbon Individu Pegawai di Instansi Pemerintah’. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol. 18.  No 2. 233-240. [online]

Sudarman. (2010). Meminimalkan Daya Dukung Sampah terhadap Pemanasan Global. Jurnal Profesional, Vol. 8, No. 1
Tipler, P. (1998). Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga
Utina, R. (2015). Pemanasan Global : Dampak dan Upaya Meminimalisasinya. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo. Tersedia di: http://repository.ung.ac.id/karyailmiah/show/324/pemanasan-global-dampak-dan-upaya-meminimalisasinya.html. [online].

anonim. Protokol Kyoto. Tersedia di :   https://id.wikipedia.org/wiki/Protokol_Kyotov. [online].
anonim. Asia Pasific Partnership on Clean Development and Climate.

anonim. Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim. Tersedia di : https://id.wikipedia.org/wiki/Panel_Antarpemerintah_tentang_Perubahan_Iklim. [online].
Susiati, H. (2005). Studi Potensi Peningkatan Paparan Unsur Radioaktif Alam Akibat Pembakaran Batubara. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir Vol.7. No.2 [online]
Diakses dari:
https://media.neliti.com/media/publications/124094-ID-studi-potensipeningkatan-paparan-unsur.pdf


Komentar